Diawali
dengan menyukai seni budaya Jawa, Hamzah hadir menjadi pengusaha sukses yang
menampilkan suasana usaha serba Yogyakarta
Jika Anda pernah berkunjung ke Mirota Batik dan The House Of Raminten, pasti akan
merasakan suasana khas Yogyakarta. Suara tabuhan gamelan, tampilan bunga
sesaji, kereta kencana, pakaian adat, batik, dan suasana ramah menjadi pemanis
suasana di kedua tempat itu.
Keberhasilan
Hamzah, pria 62 tahun, pemilik Mirota Batik dan The House of Raminten ini
mengawalinya dari kecintaannya terhadap kesenian Jawa. Diawali pada saat
dirinya berumur 6 tahun, ibunya mengajaknya untuk mengikuti kursus menari Jawa
Mataraman di rumah Walikota Yogyakarta pada saat itu, Pak Purwokusumo. Dari saat
itu, dia menyukai karawitan, menari klasik, nembang, wayang orang, ketoprak.
“awal mulanya ya ibu saya yang mengursuskan saya di rumah Pak Purwokusumo itu,
kalau ditanya apa sebabnya saya suka seni budaya Jawa, tapi banyak orang yang
tidak menyukai, tapi kok saya suka” jelasnya.
Meskipun
sang ibu berasal dari keturunan Tionghoa, namun jiwanya lebih Jawa daripada
orang Jawa. Hamzah menjelaskan “Beliau pun juga sangat suka dengan budaya Jawa,
beliau bisa menari dan jaman dulu suka mendengarkan siaran ketoprak di radio”
Di
umurnya yang sudah tidak muda lagi, Hamzah masih tetap belajar menari Jawa
Klasik. “Sampai saat ini, setiap hari selasa saya masih latihan menari. Saya
diajar oleh Pak Matheus Anwar Santosa. Beliau mengajar tari Gaya Yogyakarta
yang sudah jarang ditarikan oleh kebayakan orang seperti Serimpi Pandenori dan
Bedhaya Kakung” tutur pria yang pandai mendesain pakaian ini. Pada umumnya
tarian klasik di jaman sekarang sudah dimodifikasi, yang tadinya berdurasi
kurang lebih dua jam kini hanya dipersingkat menjadi hanya 45 menit saja. Keinginannya dalam mempelajari tari begitu
besar. Meskipun dalam mempelajari tari klasik Jawa terkenal sangat berat,
hamzah rela meluangkan waktunya walau dalam kurun 3 tahun, namun ia hanya
mempelajari 3 repertoar tari saja.
Perjuangannya
dalam bidang seni budaya Jawa tak berhenti sampai di situ saja. Dulu, ia
mendirikan group tari bersama Lies Apriani yang kemudian dikenal dengan nama Grup
Malem seton. Dinamakan demikian karena dulunya grup ini berlatih setiap Jumat
malam atau malam Sabtu. Sekarang grup tersebut sudah berganti latihan pada hari
Selasa malam. Grup ini didirikan atas dasar pengabdiannya terhadap seni budaya.
Bagaimana tidak, latihan tari terbuka bagi ibu-ibu dari mana pun dan tidak
dipungut biaya. Grup ini pun sering pentas di Bangsal Srimanganti Kraton
Yogyakarta. Sejak puluhan tahun yang lalu hingga sekarang, grup tari ini
semakin bertambah peminatnya. Barangkali ada dari Anda para pembaca sekalian
yang ingin bergabung, pintu sangat terbuka lebar. Mungkin Anda juga bisa ikut
untuk bersama-sama belajar tentang tari klasik.
Tak mau
kalah dengan para ibu-ibu di luar sana yang berlatih tari di area Mirota Batik,
karyawan Mirota Batik pun mempunyai group karawitan. Pada awalnya Hamzah
mempunyai seperangkat gamelan dan kebetulan ada salah satu karyawan dari mirota batik yang
hobi dengan karawitan. Kemudian ia mengumpulkan data tentang karyawannya yang
lain yang juga tertarik pada karawitan. Setelah terkumpul, terbentuklah grup
karawitan karyawan yang diampu oleh pelatih dari Kraton Yogyakarta, Pak Fuad. Seperti
pada grup tari Malem Seton, Perhatian Hamzah terhadap kelangsungan seni budaya
memang cukup besar. Grup karawitan ini juga tak dipungut biaya sedikit pun.
Segala biaya sudah ditanggung olehnya. Namun, agak berbeda dengan grup tari,
grup karawitan ini diperlakukan denda untuk anggota yang tidak hadir tanpa alas
an yang jelas. “konsekuensinya ya ada denda, makanya mereka pasti datang, ya
walau pun mungkin terpaksa takut didenda..ha ha ha”, candanya.
Ruang Usaha
Yogyakarta
adalah salah satu kota tujuan wisata yang cukup tersohor di bumi pertiwi ini.
Banyak potensi yang ada di dalamnya, seperti banyak kerajinan wayang kulit,
topeng, dan kerajinan lainnya. Hamzah, mempunyai inisiatif untuk mengangkat potensi
tersebut. Ia mendatangi sendiri para perajin dan memboyong karya-karya para
perajin untuk dijual di tokonya. Kadang, jika mempunyai ide kerajinan baru, ia
kemudian menggambarnya dan mengonsep dalam bentuk sketsa kemudian mendiskusikan
kepada para perajin untuk mewujudkan ide tersebut ke dalam bentuk fisik. Karena
ketekunannya merangkul perajin ini, ia saat ini menjadi salah satu pengurus
Dewan Kerajinan Nasional Propinsi DIY.
Keinginan
mengangkat potensi Yogyakarta tak hanya soal kerajinan. Di semua tempat
usahanya, selalu kita akan menemui suasana pakaian dan suasana dengan sentuhan
adat Yogyakarta. Di Mirota Batik
misalnya selain lantunan suara gamelan, biasanya kita akan melihat orang
berpakaian surjan atau kebaya di pintu masuk, koleksi kereta, dan banyak
dagangan bernuansa adat, seperti permainan tradisional, batik dan banyak hal
lagi.
Demikian
pula di warungnya The House Of Raminten. “Tempat ini dulunya tidak dirancang
untuk laris, tapi kok sekarang laris” candanya.Pertama kali kita masuk pasti
akan mendengar lantunan suara gamelan dan tampilan kereta. Kita pun juga akan
disambut para karyawannya yang menggunakan pakaian dengan sentuhan Yogyakarta.
Menu makanannya pun juga menawarkan makanan yang khas Yogyakarta. Awalnya,
warung ini hanya menjual jamu dan beberapa makanan khas Yogyakarta. Namun
karena semakin laris, sekarang menunya sudah sangat banyak dan mempunyai nama
yang unik. Wedang prawan tancep misalnya, nama ini dibuat demikian karena resep
menu tersebut didapat dari Dusun Tancep, Wonosari.
“Yogyakarta
sebagai tujuan wisata harus disyukuri, oleh sebab itu makanan, pakaian,
suasananya juga Yogyakarta. Suasana toko kan juga sangat Jogja, ya suasana kan
juga bisa dijual”, katanya.
Perjalanan
karis bisnisnya pun pernah mengalami keterpurukan. Pada tahun 2004, tokonya
yang terletak di ujung selatan Jalan Malioboro ini pernah mengalami musibah
kebakaran. Semua isinya terbakar habis. Hamzah mendapatkan dukungan dari banyak
teman dan para karyawannya. Dari keterpurukan tersebut, ia tak memecat satu pun
karyawannya. Mereka bergotong-royong membangun lagi tempat tersebut. “ini
adalah pengalaman yang orang lain tidak punya namun saya punya. Saya bersyukur
saja pernah mengalami seperti itu. Walau pun harta benda telah habis namun
dukungan dari para teman telah menguatkan saya. Saya harus kuat dan ini harus
berdiri lagi”. Pribadi yang ramah membuat Hamzah dicintai banyak kawan.
Akhirnya kini tempat usahanya telah kembali berdiri dan menjadi tujuan para
wisatawan dan tetap mempertahankan suasana khas Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar