Angklung memang
bukanlah alat musik khas Yogyakarta. Namun, di tangan anak-anak muda ini,
angklung menjadi daya tarik khusus di sepanjang jalan Malioboro di sore hingga
malam hari.
foto : http://gambar.mitrasites.com/malioboro.html |
Ketika itu matahari tak terlalu terik, awan pun tak
mengandung warna mendung. Di bawah jembatan Badran, sekelompok anak muda tampak
menyiapkan seperangkat alat musik dari bambu. Sesekali angklung itu dipukul
untuk mengisi kekosongan waktu sambil melakukan pemanasan. Seorang dari
mereka beberapa kali
mereka menyisir rambutnya agar tetap klimis. Maklum, mereka mau ngamen di jalan
Malioboro, tampilannya harus tetap menarik demi memikat penontonnya nanti.
Seketika seorang tukang becak menghampiri mereka dan mulai mengangkat semua
alat musik tadi dan mendudukkannya dalam kursi becak. Penuh memang, bahkan tak
cukup lagi untuk diduduki satu orang pun. Si klimis mulai berinisiatif
memanggil 2 becak untuk mengangkut mereka menuju ke jalan Malioboro.
Ya, seperti itulah keseharian mereka. Mengumpulkan semangat sambil
bersantai sebelum bekerja. Sebagian besar dari mereka berasal dari daerah
Banyumas, Cilacap, Purbalingga dan Purwokerto. Di Yogyakarta
mereka mempunyai sebuah
paguyuban angklung tradisional bernama “Kridotomo”. Paguyuban ini didirikan
sejak tahun 2008.
“Biasanya
pada siang hari kami ngamen di selatan pasar Beringharjo, kadang di sore hari
kami juga ngamen di depan toko Ramai” kata Joko, salah seorang pemain angklung.
Banyak orang tertarik melihat mereka. Suara dentingan angklung dan tabuhan alat
musik meresap ke hati. Suara bilah-bilah bambu yang terdengar tak membuat
telinga bising, bahkan terdengar nyaman. Biasanya mereka memainkan musik
seperti dangdut, campur sari, pop, lagu daerah, dan masih banyak lagi. Dalam
sehari mereka bisa memainkan lebih dari 50 lagu.
Angklung memang berasal dari Jawa Barat. Namun, daerah
Banyumas mempunyai ciri khas angklung sendiri. Mereka menyebutnya “Angklung
Banyumasan” atau “Kenthongan”. Di daerah Banyumas, Cilacap, Purbalingga, dan sekitarnya,
setiap kampung pasti punya grup angklung. Terutama pada saat bulan puasa musik ini
dipakai untuk membangunkan pada saat sahur dan biasanya dimainkan oleh 30 orang. Pada
hari biasa musik
ini sering dimainkan pada saat ronda. Pun saat acara kebudayaan, angklung selalu dimainkan. “Lama kelamaan, karena musik ini
banyak digemari dan nyaman didengarkan maka orang
sana menangkap peluang
untuk menyebarkannya ke berbagai kota, salah satunya Yogyakarta dan diterima
dengan baik”, kata Supraptyo, pemimpin paguyuban Angklung Kridotomo. Ada yang
menyebut Calunk Funky, ada pula yang menyebut Pengamen Angklung, dan ada orang
asing yang menyebutnya Malioboro Street angklung.
Ditemani temaram lampu Malioboro; gambang kecil, angklung
renteng, marakas, bedug kecil, bedug bass dari, dan cymbal kecil mereka mainkan di sepanjang jalan Malioboro. Memang,
ada beberapa grup angklung yang ada di sana, tak hanya grup angklung Kridotomo.
Biasanya mereka sudah punya atribut dan seragam masing-masing. Tak ada yang
berbeda dari kualitas mereka, semuanya memainkan angklung-angklung itu dengan
indah.
Sebuah kardus kosong mereka tempatkan di atas sebuah kursi
plastik. Seribu, dua ribu, tak jarang sepuluh ribu rupiah kardus itu mulai
terisi. Satu per satu lagu mulai mereka mainkan. Sesekali mereka bernyanyi bersama-sama. Pengendara
mobil dan motor yang melintasi mereka pun menyempatkan untuk melirik, bahkan
berhenti sejenak untuk sekedar menikmati sesaat. Pejalan kaki yang melintasi pun
tak bisa melewatkan pesona mereka. Dalam setiap penampilan, mereka selalu
ditonton layaknya sedang konser. Tak jarang, saking asiknya menikmati, seorang
penonton ikut hanyut dalam alunan musik bambu ini dan bergoyang sambil
bernayanyi.
Seorang wanita muda tampak sangat menikmati permainan
angklung. Sudah banyak yang ia dengar mengenai permainan angklung di
Malioboro. “ Musik seperti ini layak untuk diapresiasi. Wajar saja jika banyak
orang yang memberi mereka uang karena materi dan kualitas para pemain angklung
ini bukan seperti pengamen yang asal-asalan”, jelasnya dengan terkagum melihat
para pemain angklung.
Sering kali grup angklung ini dipanggil untuk mengisi dalam
sebuah acara. Mereka sudah memasang tarif untuk setiap penampilannya. 500.000
untuk penampilan selama satu jam, tampaknya adalah harga yang pantas.
Barangkali Anda juga ingin menikmatinya? Silakan datang atau mengundang mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar