Selasa, 15 Mei 2012

Angklung Jalanan, Penghias Suasana Malioboro

Angklung memang bukanlah alat musik khas Yogyakarta. Namun, di tangan anak-anak muda ini, angklung menjadi daya tarik khusus di sepanjang jalan Malioboro di sore hingga malam hari.

foto : http://gambar.mitrasites.com/malioboro.html
Ketika itu matahari tak terlalu terik, awan pun tak mengandung warna mendung. Di bawah jembatan Badran, sekelompok anak muda tampak menyiapkan seperangkat alat musik dari bambu. Sesekali angklung itu dipukul untuk mengisi kekosongan waktu sambil melakukan pemanasan. Seorang dari mereka beberapa kali mereka menyisir rambutnya agar tetap klimis. Maklum, mereka mau ngamen di jalan Malioboro, tampilannya harus tetap menarik demi memikat penontonnya nanti. Seketika seorang tukang becak menghampiri mereka dan mulai mengangkat semua alat musik tadi dan mendudukkannya dalam kursi becak. Penuh memang, bahkan tak cukup lagi untuk diduduki satu orang pun. Si klimis mulai berinisiatif memanggil 2 becak untuk mengangkut mereka menuju ke jalan Malioboro.

Ya, seperti itulah keseharian mereka. Mengumpulkan semangat sambil bersantai sebelum bekerja. Sebagian besar dari mereka berasal dari daerah Banyumas, Cilacap, Purbalingga dan Purwokerto. Di Yogyakarta mereka mempunyai sebuah paguyuban angklung tradisional bernama “Kridotomo”. Paguyuban ini didirikan sejak tahun 2008.

“Biasanya pada siang hari kami ngamen di selatan pasar Beringharjo, kadang di sore hari kami juga ngamen di depan toko Ramai” kata Joko, salah seorang pemain angklung. Banyak orang tertarik melihat mereka. Suara dentingan angklung dan tabuhan alat musik meresap ke hati. Suara bilah-bilah bambu yang terdengar tak membuat telinga bising, bahkan terdengar nyaman. Biasanya mereka memainkan musik seperti dangdut, campur sari, pop, lagu daerah, dan masih banyak lagi. Dalam sehari mereka bisa memainkan lebih dari 50 lagu.

Angklung memang berasal dari Jawa Barat. Namun, daerah Banyumas mempunyai ciri khas angklung sendiri. Mereka menyebutnya “Angklung Banyumasan” atau “Kenthongan”. Di daerah Banyumas, Cilacap, Purbalingga, dan sekitarnya, setiap kampung pasti punya grup angklung. Terutama pada saat bulan puasa musik ini dipakai untuk membangunkan pada saat sahur dan biasanya dimainkan oleh 30 orang. Pada hari biasa musik ini sering dimainkan pada saat ronda. Pun saat acara kebudayaan, angklung selalu dimainkan. Lama kelamaan, karena musik ini banyak digemari dan nyaman didengarkan maka orang sana menangkap peluang untuk menyebarkannya ke berbagai kota, salah satunya Yogyakarta dan diterima dengan baik”, kata Supraptyo, pemimpin paguyuban Angklung Kridotomo. Ada yang menyebut Calunk Funky, ada pula yang menyebut Pengamen Angklung, dan ada orang asing yang menyebutnya Malioboro Street angklung.
Ditemani temaram lampu Malioboro; gambang kecil, angklung renteng, marakas, bedug kecil, bedug bass dari, dan cymbal kecil mereka mainkan di sepanjang jalan Malioboro. Memang, ada beberapa grup angklung yang ada di sana, tak hanya grup angklung Kridotomo. Biasanya mereka sudah punya atribut dan seragam masing-masing. Tak ada yang berbeda dari kualitas mereka, semuanya memainkan angklung-angklung itu dengan indah.

Sebuah kardus kosong mereka tempatkan di atas sebuah kursi plastik. Seribu, dua ribu, tak jarang sepuluh ribu rupiah kardus itu mulai terisi. Satu per satu lagu mulai mereka mainkan. Sesekali  mereka bernyanyi bersama-sama. Pengendara mobil dan motor yang melintasi mereka pun menyempatkan untuk melirik, bahkan berhenti sejenak untuk sekedar menikmati sesaat. Pejalan kaki yang melintasi pun tak bisa melewatkan pesona mereka. Dalam setiap penampilan, mereka selalu ditonton layaknya sedang konser. Tak jarang, saking asiknya menikmati, seorang penonton ikut hanyut dalam alunan musik bambu ini dan bergoyang sambil bernayanyi.

Seorang wanita muda tampak sangat menikmati permainan angklung. Sudah banyak yang ia dengar mengenai permainan angklung di Malioboro. “ Musik seperti ini layak untuk diapresiasi. Wajar saja jika banyak orang yang memberi mereka uang karena materi dan kualitas para pemain angklung ini bukan seperti pengamen yang asal-asalan”, jelasnya dengan terkagum melihat para pemain angklung.
Sering kali grup angklung ini dipanggil untuk mengisi dalam sebuah acara. Mereka sudah memasang tarif untuk setiap penampilannya. 500.000 untuk penampilan selama satu jam, tampaknya adalah harga yang pantas. Barangkali Anda juga ingin menikmatinya? Silakan datang atau mengundang mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar