Selasa, 26 Juni 2012

Teater Balok

Puji Tuhan. Kami, Mudika Paroki St Yakobus Bantul telah punya komunitas kecil yang bergelut dalam seni peran. Namanya Teater Balok. Nama ini tercetus pada tanggal 25 Juni 2012 di kosteran gereja, tepatnya di depan TK St Theresia Bantul. Sebelumnya ada beberapa usulan nama : Guyub, Harmoni, TeateRang. Setelah melewati voting, akhirnya terpilih nama Balok. Kami sepakat memakai tanggal itu sebagai hari lahir TEATER BALOK.

Kurang lebih, kami sudah latihan 4x untuk mementaskan naskah berjudul Jamila dan Sang Presiden, karya Ratna Sarympaet. Ini adalah pementasan dan naskah pertama yang kami sentuh. Sebelum ini, selama beberapa minggu, saya dan Bernard sempat berbincang. Obrolan kami mengarah ke keinginan membuat pementasan teater. Mumpung dalam lingkup gereja belum ada yang berani memantaskan teater dengan konsep benar-benar teater, ya dengan tata cahaya, tata artistik, tata kostum dan rias, dll.

Dengan hanya gagasan sesaat dan keinginan kuat, kami mulai mengumpulkan beberapa kawan untuk diajak berproses bersama. Memang, kebanyakan yang mengurus adalah kawan-kawan dari mudika Cepit karena hanya itu yang sementara bisa kami kumpulkan. Niat kami adalah mengajak teman-teman mudika paroki yang skalanya lebih besar, untuk berproses bersama. Saya, Bernard, dan mungkin mas Chataq yang pernah mencicipi belajar teater ingin berbagi. Bukan bermaksud sok eksis dan mau berkuasa. Niat kami hanya untuk berbagi.

Puji Tuhan, banyak respon positif. Mungkin memang banyak yang menginginkan proses semacam ini. Kami berharap agar kegiatan ini berjalan dengan lancar. Romo pun berharap, kami bisa mempertanggungjawabkan kegiatan ini. Tanggungjawab moral, tanggungjawab keuangan, dan tanggungjawab lainnya. Kami berjanji, kami siap.

Selasa, 19 Juni 2012

Pentas Seni Tari Tradisi


Saya mau sedikit berkomentar tentang seni budaya. Selama saya melihat, sepertinya banyak orang yang ingin  supaya anak-anak muda belajar seni budaya. Yang dimaksud seni budaya ya semacam tarian tradisional, musik tradisional, dll. Saya pun ingin supaya anak-anak muda juga mempelajari dan mengerti hal semacam itu. Tapi kok sepertinya orang-orang yang mengajak belajar itu malah terkesan kurang ikhlas untuk berbuat lebih. Anak-anak muda yang baru belajar hanya diajak berlatih untuk keperluan pentas. Tanpa dasar, tanpa diberitahu tekniknya. Bahkan, pementasannya pun terkesan asal-asalan.

Dalam hal ini, saya mau berbicara tentang pembelajaran seni tari. Saya melihat di pembelajaran seni tari tradisi. Anak-anak muda yang baru belajar hanya disuruh menirukan gerakan sang pelatih. Bahkan hanya berlatih hanya untuk kepentingan pentas. Mbuhh bener po ora gerakanne ya ra diurusi. Satu hal lagi, bagaimana ngepaske dengan iringan pun belum tau, sang pelatih pun tak mengajarkan. Padahal yang paling penting adalah tentang filosofi dan dasarnya. Seni tradisi atau saya lebih sering menyebut seni klasik, selalu punya filosofi. Kalau dalam seni tari klasik, setiap gerakan ada filosofinya, tidak asal gerak. Kalau pun tidak dengan filosofi ya....paling tidak kan diajarkan gerakannya dengan benar sehingga enak dilihat.

Seperti yang saya katakan di awal tadi,  banyak orang yang ingin supaya anak muda belajar seni budaya. Tapi hasilnya jadi asal-asalan. Pikiran saya, buatlah dulu seni budaya itu tampak menarik. Kalau latihannya asal-asalan, gerakannya tidak pas bahkan terkesan wagu, trus apa yang mau diunggulkan? Tidak mungkin kita memaksa anak-anak muda untuk harus mempelajari. Saya yakin, teman-teman muda tidak melirik seni tradisi karena dianggap kuno dan mungkin dari orang tua mereka tidak mengajak mempelajari. Sepertinya memang karena masuknya banyak budaya populer.

Sering saya lihat pentas seni tradisi disajikan di lapangan terbuka, jalan raya, dll. Smua itu tanpa ada konsep dan tata artistik, kadang panas terik matahari jari tata cahaya. Tanpa atap dan beralas tanah, paling banter ya rumput. Saya kok kasihan sama para penampil, kasihan juga sama para penontonnya, apalagi kalau yang dilihat hanya robot. Kenapa saya bilang robot? Karena penampil hanya menirukan gerakan tanpa tahu apa maksud hal yang dilakukan. Saya khawatir justru kaum muda akan semakin enggan belajar seni tradisi. Saya selalu mengritik jika ada hal semacam itu. Belajar adalah cara untuk  bisa/mampu, bukan hanya belajar untuk pentas. Kalaupun hanya untuk pentas ya dimaksimalkan. Persiapkan tata panggung, musik, tata cahaya, koreografi, dan tempat pentas yang memadahi. Pikirkan aspek pemain, pikirkan juga aspek pononton.

Saya berpendapat seperti ini bukan berarti kalau pentas di jalan raya, lapangan, beratap awan dengan panas terik, beralas tanah itu tidak baik untuk pentas. Bisa menjadi baik, bahkan mungkin menarik. Tinggal bagaimana kita mengemas pertunjukan. Jangan sampai hanya karena pembelajaran dan pertunjukan yang kurang menarik, anak-anak muda semakin tidak tertarik mempelajari seni tradisi.

Senin, 11 Juni 2012

Saya Sering Sakit....Saya Mau Menyalahkan..!

Sudah beberapa bulan ini saya bekerja di sebuah perusahaan. Yah, cukup saya nikmati. Sebenarnya saya tidak mau mencurigai, tapi ini yang saya rasakan. Saya hanya mau mencoba menuliskan apa yang saya rasakan.

Sebelumnya, meskipun gemuk, tapi saya sehat walafiat dan jarang sakit. Setelah beberapa bulan bekerja di tempat itu, sebulan sekali kok pasti ada saja waktu untuk sakit. Apa pemicunya? hmm mari dilihat satu-persatu.
Pertama, disediakan air minum di dispenser tapi seperti tidak pernah dibersihkan. Dulu sebelum saya masuk di kantor itu malah ada cerita kalau dispenser itu kemasukan kecoa dan masih tetap dipakai. Katanya sih nggak dicuci. hhmm karena tidak menyaksikan secara langsung ya masa bodoh saja. Beberapa kali saya minum dari situ kok beberapa kali pula saya sering batuk. Akhirnya sekarang saya bawa minum sendiri yang jelas kebersihannya. Ambil air dari dispenser kantor tuh cuma kalau mau bikin minum panas...itu pun bukan saya ambil dari dispenser yang pernah kemasukan kecoa...Masih ada beberapa dispenser kok...Saya pikir, kalau airnya panas, paling tidak kan kumannya berkurang....
Kedua, ruangan yang saya tempati sangat kotor. Meja saya pun juga berdebu. Kalau pun saya membersihkan meja saya tapi meja teman-teman saya tetep aja masih kotor. Kalau saja teman-teman juga membersihkan tapi ruangannya masih kotor. Petugas kebersihannya juga jarang membersihkan. Sekali membersihkan pun tidak maksimal. Hanya ngepel sambil lalu saja. Tak titeni, ini yg bikin saya sering bersin. 
Ketiga, dari pagi sampai sore, para karyawannya duduk di depan komputer. Kalau buat saya, kursi di kantor ini cukup kurang nyaman untuk karyawan kantoran. Kursi merah yang sering dipakai kalau ada acara resepsi itu lho. Menurut beberapa artikel yang saya baca, terlalu banyak duduk punya efek kurang baik bagi kesehatan. Kalau tak salah, beberapa efeknya adalah ttg kemampuan seksual, penyakit jantung, dan diabetes. Kalau saya search di google, tak ada satu pun artikel yang menganggap terlalu banyak duduk sebagai hal yang baik. Tak titeni, sejak saat itu, saya sering tak sehat. Mau olah raga sekeras apapun tapi kalo masih terlalu banyak porsisi duduknya ya akan berbahaya.
Keempat, saya kurang mengonsumsi sayur. Gaji saya tak seberapa. Kalau mau memilih menu juga susah. Mungkin memang kesalahan saya terlalu menyepelekan pola makan. Sebenarnya mau tak mau tetap harus saya sempatkan memilih makanan. Di kantor pun ada jatah makan siang yang sudah disiapkan kantor. Selain menunya itu-itu saja dan kurang menarik, kuotanya pun kadang kurang banyak. Setiap istirahat jam makan, saya harus adu cepat dengan kawan-kawan lainnya. Siapa cepat dia dapat. Kalau tidak dapat jatah ya mood kerja rusak...hhmmm...
Kelima, saya jarang olah raga. Berangkat pagi pulang sore. Sampai rumah sudah lelah. Gimana mau olah raga?  Kadang kalau ada kerjaan sampingan ya sepulang kerja ya nggarap kerjaan sampingan. Pikiran saya jadi terarah ke kerja dan kerja. Keinginannya cuma mau mencukupi kebutuhan materi. Sebenarnya saya tetap harus menyempatkan diri berolah raga.