Kamis, 12 Januari 2012

Pawiwahan Ageng, Royal Wedding Ala Yogyakarta


Pernikahan adalah peristiwa yang sangat sakral. Peristiwa pengikatan cinta sehidup semati dengan pasangan. Pernikahan haruslah didasari cinta yang tulus dari dalam hati. Tak memandang apa dan siapa pasangan kita, termasuk tak memandang tingkatan derajat sosial. Hal ini terjadi pada pernikahan putri bungsu raja Kasultanan Yogyakarta, GKR Bendara dengan KPH Yudhanegara.


Sri Sultan Hamengku Buwono X dan GKR Hemas telah menikahkan putri bungsunya, Gusti Raden Ajeng Nurastuti Wijareni yang kemudian bergelar GKR (Gusti Kanjeng Ratu) Bendara dengan seorang lelaki yang berasal dari Lampung yang notabene berasal dari luar kerajaan dan jauh dari darah kebangsawanan. Pria beruntung itu bernama Achmad Ubaidillah yang kemudian diberikan gelar KPH (Kanjeng Pangeran Harya) Yudhanegara.

Pantaslah pesta pernikahan kerajaan atau lebih dikenal dengan Pawiwahan Ageng ini disebut sebagai pernikahan agung. Acara ini tak kalah megahnya dengan pernikahan agung Pangeran William dengan Kate Middleton di Inggris. Keberadaan Kraton Yogyakarta tak hanya sebagai pewaris dari dinasti Mataram, namun juga sebagai pusat, pengembang, penjaga, dan pelestari budaya Jawa. Sebagaimana di berbagai negara yang mempunyai kerajaan dalam seremoni pernikahannya, pasti akan memperhatikan kental tradisi masing-masing. Seperti halnya dalam upacara pernikahan kerajaan Yogyakarta ini. Banyak sekali rangkaian upacara yang sarat akan makna dan filosofinya. Rangkaian upacara adat yang dilalui seperti, Tuguran nyantri, siraman, dhahar klimah, tantingan, ijab Kabul, panggih, pondhongan, dll, juga tak lupa, ada satu prosesi yang cukup unik yaitu ngedan, ini dilakukan oleh abdi dalem yang berdandan serba aneh dan compang-camping disertai tata rias yang mirip dengan seorang badut. Prosesi ini bisa dimaknai sebagai keseimbangan dalam kehidupan yang terus terjaga.

Perkawinan agung ini merupakan bukti kekayaan budaya Jawa - dalam hal ini adalah kebudayaan Yogyakarta yang mewakili kekayaan kebudayaan Indonesia. Tak heran jika rakyat Yogyakarta sangat bangga dan menyambut dengan meriah pernikahan agung ini.

Dihadiri para pemimpin
Sosok Sri Sultan HB X dan Kraton Yogyakarta mempunyai posisi yang khas di negara Indonesia ini. Maka, ketika beliau mempunyai acara besar, banyak orang penting mulai dari raja dari seluruh penjuru nusantara ini, para menteri, duta besar dari negara sahabat hingga Presiden Republik Indonesia pun datang untuk memberikan doa.

Orang-orang penting tersebut datang pada upacara panggih yang dilaksanakan pada hari ketiga rangkaian prosesi. Presiden, para duta besar, dan para menteri diberi kehormatan untuk duduk di samping Sultan dan menyaksikkan upacara panggih yang bertempat di Bangsal Kencana.

Menarik wisatawan
Peristiwa semacam ini sangat langka dijumpai. Tidak semua orang bisa menyelenggarakan. Wajar saja jika Pernikahan agung ini menarik perhatian, banyak sekali wisatawan baik lokal maupun asing.
Setelah melewati semua prosesi di dalam kerajaan, tibalah saat resepsi yang berbeda dengan pernikahan Kraton sebelumnya. Resepsi tak dilaksanakan di dalam benteng istana, namun di Bangsal Kepatihan yang merupakan kantor Gubernur, karena selain sebagai Raja, Sri Sultan HB X juga merupakan Gubernur Yogyakarta. Inilah kata sebagian besar orang Yogyakarta sebagai Hal yang istimewa, karena itu juga Yogyakarta mendapat sebutan Daerah Istimewa Yogyakarta.

Pesta Rakyat
Rombongan pengantin akan kirab menuju Kepatihan menggunakan kereta kencana. Kereta yang digunakan yakni kereta bernama Jong Wiyat (kereta yang diproduksi di Belanda pada tahun 1881 dan sampai sekarang masih disimpan di museum Kraton). Saat kirab ini banyak sekali warga dan para wisatawan berebut untuk menyaksikan.

Sore itu sekitar pukul 14.00, alun-alun utara dan sepanjang Jalan Malioboro sudah dipadati lautan manusia. Mereka berkerumun demi melihat pasangan dari putri raja Yogyakarta yang akan dikirab. Berbeda halnya dengan para wisatawan, mereka hadir untuk menyaksikan seperti apa kemegahan royal weddingnya Yogyakarta ini.

Tak hanya mengenai kemegahan kirab yang melibatkan para pangeran dengan kereta kebesaran kerajaan dan para bergada Kraton. Kemegahan ini juga bisa tampak dari peran warga dari berbagai golongan. Peran masyarakat juga diwujudkan oleh berbagai kelompok, komunitas dan organisasi yang menyediakan berbagai macam makanan dan minuman yang tersaji dalam gerobak angkringan dan dapat dinikmati secara gratis. Semua makanan dan minuman yang gratis ini disiapkan secara sukarela dengan maksud untuk mengucapkan selamat atas pernikahan GKR Bendara dan KPH Yudhanegara.

Pada pukul 16.30, ratusan ribu manusia yang berada di sepanjang Jalan Malioboro semakin histeris ketika rombongan pengantin melintas. Warga saling berteriak dan melambaikan tangan menyapa pasangan tersebut sambil berteriak memanggil “mas Ubay…jeng reni”. Senyum sapa ramah dan lambaian tangan yang juga dilayangkan oleh pasangan pengantin itu semakin membuat warga bahagia dan suasana semakin meriah. Menjelang malam, rombongan kirab pengantin itu tiba di Bangsal Kepatihan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar